Efek Perubahan pH pada Ikan Nila

Pendahuluan


Ikan nila (Oreochromis niloticus) merupakan jenis ikan yang mempunyai nilai ekonomis tinggi dan merupakan komoditas penting dalam bisnis ikan air tawar dunia. Beberapa hal yang mendukung pentingnya komoditas nila adalah a) memiliki resistensi yang relatif tinggi terhadap kualitas air dan penyakit, b) memilliki toleransi yang luas terhadap kondisi lingkungan c) memiliki kemampuan yang efisien dalam membentuk protein kualitas tinggi dari bahan organik, limbah domestik dan pertanian, d) memiliki kemampuan tumbuh yang baik, dan e) mudah tumbuh dalam sistem budidaya intensif.

Lingkungan budidaya dapat diarti sebagai kombinasi antara kondisi fisik yang mencakup keadaan sumber daya alam seperti tanah, air, energi surya, mineral, serta flora dan fauna yang digunakan dalam proses budiaya. Sehingga guna mencapai kesuksesan dalam budidaya ikan khusus pada ikan nila sangat diperlukan pengetahuan akan keseimbangan komponen-komponen penyusun lingkungan.

Pengetahuan akan kualitas air merupakan salah satu bagian dalam mengendalikan lingkungan menjadi lebih baik, pengukuran kualitas air dapat dilakukan dengan cara fisik, kimia dan biologi. Secara fisik kualitas air dapat diukur dengan pengecekan kecerahan, suhu, dan bau, untuk kimia dapat dilakukan pengecekan oksigen terlarut, pH, maupun senyawa kimia yang berada di perairan seperti amoniak. Sedangkan biologi dapat dilihat dari kelimpahan plankton di perairan.

pH adalah derajat keasaman digunakan untuk menyatakan tingkat keasaman atau kebasaan yang dimiliki oleh suatu larutan. Yang dimaksudkan "keasaman" di sini adalah konsentrasi ion hidrogen (H+) dalam pelarut air.
Nilai pH berkisar dari 0 hingga 14. Suatu larutan dikatakan netral apabila memiliki nilai pH=7. Nilai pH>7 menunjukkan larutan memiliki sifat basa, sedangkan nilai pH<7 ph =" −">

Jika keseimbangan pH terganggu maka akan berakibat fatal karna akan diikuti dengan perubahan-perubahan kimia di lingkungan, pada hewan aquatik seperti ikan perubahan pH di lingkungan akan mengganggu metabolisme pada tubuh, dan akan memudah ikan terserang parasit dan penyakit.

Metode

Sampel air didapat dengan mengambil air dari kolam budidaya ikan nila di BBAP Ujung Batee. Pengukuran dilakukan dua kali yaitu nilai pH yang diukur pertama kali atau pH1, dan pH yang diukur setelah diberikan perlakuan. Perlakuan dengan cara menutup botol sampel dengan kertas/plastik gelap dan disimpan selama 12 jam. Pengamatan dilakukan selama satu minggu


Hasil


Hari pertama


  1. Bak 1. pH1= 7,6 pH2= 6,8 = 0,8

  2. Bak 2. pH1=7,8 pH2=7,1 = 0,7

Hari kedua

  1. Bak 1. pH1= 7,2 pH2= 6,7 = 0,5

  2. Bak 2. pH1=7,4 pH2= 6,6 = 0,8

Hari ketiga
1. Bak 1. pH1= 7,2 pH2= 6,7 = 0,5
2. Bak 2. pH1=7,4 pH2= 6,6 = 0,8


Hari keempat

  1. Bak 1. pH1= 7,2 pH2= 6,8 = 0,4

  2. Bak 2. pH1= 7,3 pH2= 6,5 = 0,8

Hari kelima

  1. Bak 1. pH1= 7,6 pH2= 6,6 = 1,0

  2. Bak 2. pH1= 7,4 pH2= 6,7 = 0,7

Hari keenam

  1. Bak 1. pH1= 7,8 pH2= 6,8 = 1,0

  2. Bak 2. pH1= 7,4 pH2= 6,5 = 0,9

Hari ketujuh

  1. Bak 1. pH1= 7,3 pH2= 6,7 = 0,6

  2. Bak 2. pH1= 7,2 pH2= 6,8 = 0,4

Pembahasan
Jika dilihat dari selisih hasil perungukuran pH1 - pH2 selama tujuh hari pengukuran untuk bak 1 adalah 0,68 dan untuk bak 2 adalah 0,72. Perubahan yang paling besar didapat pada bak 2 yaitu dengan nilai 0,72. Perubahan tersebut didapat dari beberapa organisme yang terdapat di bak ikan nila, seperti pelepasan co2 oleh plankton atau ikan nila. maupun perombakan dari bahan-bahan organik yang berasal dari sisa pakan atau metabolisme ikan nila.

Nilai perubahan pH yang cenderung mendekati 1 sangat berbahaya bagi lingkungan dan memberikan pengaruh pada ikan nila. perubahan nilai pH dapat mengurang kandungan oksigen terlarut. dan mempengaruhi metabolisme dari tubuh ikan nila serta daya tahan tubuh terhadap serangan parasit. Pada pengamatan terhadap ikan nila di bak 1 dan bak 2 terdapat beberapa ikan nila yang mengalami kematian. Kematian ikan nila ditandai dengan adanya lubang di daerah kepala dan punggung ikan nila, lubang tersebut berasal dari serangan parasit. Setelah dilakukan pengamatan dengan mengambil lendir serta insang ikan nila banyak didapati cacing. Pengamatan lendir dari lubang pada ikan nila didapat bakteri jenis columnaris sp.


Ikan Nila Bak Ikan Nila Ikan Nila
serangan parasit pada ikan Nila serangan parasit pada ikan nila

Efek dari pH Metode
efek perubahan pH pada ikan nila pH meter dan sampel air

Manipulasi Lingkungan dalam Budidaya Ikan Nila

Manipulasi Lingkungan Budidaya Ikan Nila

I. Pendahuluan
Ikan nila (Oreochromis niloticus) merupakan jenis ikan yang mempunyai nilai ekonomis tinggi dan merupakan komoditas penting dalam bisnis ikan air tawar dunia. Beberapa hal yang mendukung pentingnya komoditas nila adalah a) memiliki resistensi yang relatif tinggi terhadap
kualitas air dan penyakit, b) memilliki toleransi yang luas terhadap kondisi lingkungan c) memiliki kemampuan yang efisien dalam membentuk protein kualitas tinggi dari bahan organik, limbah domestik dan pertanian, d) memiliki kemampuan tumbuh yang baik, dan e) mudah tumbuh dalam sistem budidaya intensif.
Dalam perjalanannya budidaya ikan nila telah mengalami perkembang dari rekayasa genetik, pengembangan pakan, teknologi budidaya guna mengningkatkan kualitas dan produksi ikan nila. Hal ini didasari tingginya permintaan pasar ikan nila baik untuk konsumsi lokal maupun untuk ekspor. Akan tetapi pengembangan atau rekayasa di bidang lingkungan kurang di perhatikan, sehingga diperlukan teknik atau rekayasa lingkungan yang baru dalam pengembangan ikan nila.
1.2. Tujuan
tujuan dari kegaitan ini untuk melihat kemampuan dalam meningkatkan produktifitas ikan nila

II. Bahan Dan Metode
2.1. Bahan
Benih ikan nila sebanyak 3000 ekor
Bak ukuran 3mx3mx1m sebanyak 3 buah
Pakan ikan 50 kg

2.2. Metode
Metode dari kegiatan ini adalah melakukan manipulasi lingkungan dengan cara menaikan salinitas air budidaya. Kegiatan dilakukan dengan menggunakan 2 bak untuk manipulasi lingkungan dan satu bak tidak dilakukan manipulasi lingkungan atau budidaya normal. Data didapat dari membandingkan hasil pemiliharaan dari ketiga bak tersebut. Lama pemiliharaan adalah 3 bulan untuk pemanenan dan 2 bulan untuk pembibitan. Masing-masing bak diisi dengan 1000 ekor ikan nila, dimana sebelum di tebar ikan ditimbang dan diukur lebih dahulu untuk mengetahui rata-rata bobot awal. Salinitas dinaikan sampai 30 ppt, kenaikan salinitas dilakukan secara bertahap selama 1 bulan pertama. Pakan diberikan 10% dari rerata bobot awal

III. Hasil dan Pembahasan
3.1. Hasil
Setelah dilakukan pemiliharaan selama 3 bulan didapat data sebagai berikut :
Bak 1 (manipulasi lingkungan) : 666 kg
Bak 2 (manipulasi lingkungan) ; 571 kg
Bak 3 (Normal=kontrol) : 500 kg
Setelah dilakukan pemiliharaan 2 bulan tambahan untuk mengetahui reproduksi ikan nila :
Bak 1 (manipulasi lingkungan): ikan belum memijah
Bak 2 (manipulasi lingkungan): ikan belum memijah
Bak 3 (normal=kontrol) : ikan memijah

3.2. Pembahasan
Pada bak pertama setelah pemiliharaan selama 3 bulan terdapat pertumbuhan bobot badan yang sinigfikan setelah dilakukan penimbangan didapat 1 kg 1,2 ekor, sebesar 666 kg, sedangkan untuk bak kedua adalah 1 kg 1,7 ekor sebesar 571 kg dan hasil terendah didapat pada bak ketiga dengan 1 kg 2 ekor. Dapat diartikan ikan nila mampu menyerap pakan yang diberikan selama pemiliharaan,atau terjadi effesiensi dalam pemberian pakan.
Setelah dilakukan pemeliharaan tambahan selama 2 bulan pada bak ketiga setelah dilakukan pengamatan sudah terdapat anakan ikan nila. Dapat diartikan pada bak ketiga ikan nila sudah bereproduksi, sedangkan pada bak kedua dan pertama tidak ditemukan anakan ikan nila. Akan Tetapi pada setalah dilakukan manipulasi lingkungan dengan menurunkan salinitas air selama 2 minggu pada bak pertama dan kedua terlihat anakan ikan nila.

IV. Kesimpulan
Dari hasil kegiatan yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa manipulasi lingkungan menunjukan hasil positif yaitu terjadi peningkatan berat badan ikan nila, dan mampu menekan konsumsi pakan. Serta sekaligus mampu menjaga ikan dari pemijahan yang tidak diinginkan. Arti lebih effisiensi dalam pengunaan wadah budidaya.

Potensi Tanah Sulfat Masam

I. Pendahuluan


1.1. Latar Belakang
Tanah sulfat masam merupakan tanah yang mengandung senyawa phryte (FeS2), banyak terdapat di daerah rawa, pasang surut maupun lebak. Mikroorganisme sangat berperan dalam pembentukan tanah tersebut. Pada kondisi tergenang senyawa tersebut bersifat stabil, namun bila telah teroksidasi maka akan memunculkan problem, bagi tanah, kualitas kimia perairan dan biota-biota yang berada baik di dalam tanah itu sendiri maupun yang berada di badan-badan air, dimana hasil oksidasi tersebut tercuci ke perairan tersebut. Mensvoort dan Dent (1998) menyebutkan bahwa senyawa pirit tersebut merupakan sumber masalah pada tanah tersebut.
Dilihat luasan, topografi dan ketersediaan air, lahan tersebut sebenarnya mempunyai potensi untuk pengembangan perikanan. Di Indonesia, diperkirakan terdapat sekitar 6,7 ha lahan berpirit tersebut, yang tersebar di pulau Kalimantan, Sumatera, dan Irian (Nugroho et al., 1992). Biasanya jenis sedimen tersebut di temui dalam kondisi aerob, dan berada di bawah lapisan tanah muda sebagai hasil dari endapan banjir dan pasang surut.
Begitu pula dengan Provinsi Nangroe Aceh Darussalam (NAD) dimana sebagian besar daerahnya merupakan daerah pesisir yang memiliki lahan budidaya perikanan yang cukup besar. Daerah tersebut termasuk daerah potensi tanah sulfat masam yang apabila dimanfaatkan tidak dikelola dengan baik tidak dapat di kembangkan. Tragedi tsunami yang melanda Aceh semakin meningkatkan kondisi lahan menjadi sangat potensial sebagai tanah sulfat masam.


1.2. Tujuan
Tujuan untuk melakukan pemetaan tentang potensi tanah sulfat masam yang ada di daerah Provinsi Nangroe Aceh Darasussalam (NAD).


1.3. Sasaran
Memberikan informasi tentang pengelolaan lahan tanah sulfat masam dan komoditas yang cocok untuk budidaya ke petani, dinas perikanan, maupun NGO-NGO yang terkait di bidang perikanan.

II. BAHAN DAN METEDOLOGI



2.1. Waktu dan tempat
Kegiatan survei tanah sulfat masam ini dilakukan pada bulan juli tanggal 5 – 10 Juli 2008 bertempat di desa Meulik Kecamatan Samalanga Kabupaten Bireun Provinsi Nangroe Aceh Darussalam.
2.2. Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan dalam menunjang kegiatan survei tanah sulfat masam antara lain : hidrogen perioksida, pH buffer 4 dan suhu, aquades, plastik klip, karet, batu es. Sedangkan alat yang digunakan antara lain bor aeger, soil pH test, pipet tetes, gelas plastik, buka massel tanah, bagan testur tanah dan kamera, serta GPS.
2.3. Metodelogi pengambilan sampel
2.3.1. Pengambilan sampel
Sampel tanah diambil dengan menggunakan metode transek dengan karapatan per stasiun adalah 50 meter. Untuk menentukan titik per statiun setiap daerah yang mendekati dengan bibir pantai di tarik arah sejauh 50 m, dan untuk lebih jauh dari arah pantai di tarik garis sejauh 100 m. Setiap stasiun sampel dan titik stasiun di tandai dengan GPS untuk menentukan koordinat GPS.
Pengambilan sampel menggunakan alat bor biuret agiaer yang berbentuk tiang yang memiliki tanda skala pengukuran kedalam tiap skala memakili 20 cm. Skala tersebut untuk memudahkan kedalam sampel tanah yang akan di uji.
2.3.2. Analisa data
Sampel yang diambil dari masing stasiun di analisa sesuai uji kimia maupun fisik tanah. Uji kimia berupa pengecekan pH fresh, pH Fox dan redoks potensial, sedangkan secara fisik pengamtan tekstur tanah dan warna tanah. Data yang didapat dari pengambilan sampel terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer berupa dari pengambilan stasiun sampel dan titik sampel yang dicacat berupa penentuan titik koordinat sampel, sifaf kimia dan fisik tanah. Sedangkan data sekunder berupa pencatatan dari hasil pengamatan disekitar area tambak yang disurvei meliputi keberadaan indikator tanah sulfat masam.
Data yang didapat dibahas secara deskripsi dengan menggunakan studi literatur dimana data primer dan sekunder yang telah didapat di bahas sesuai dengan liliteratur yang ada tentang tanah sulfat masam.

III. Hasil dan Pembahasan
3.1. Hasil
peta meulik














































































































Hasil Pengamatan
StasiunpH FreshRedoxpH Fox
16.5-702.29
27.1-602.3
37.33-1733.06
47.44-2222
57.24-1102.25
67.22-982.45
77.23-962.39
86.98-332.68
96.79-1272.4
106.9-1353.1
116.67-1432.18
127.17-762.55
137.05-552.45
146.95-1482.19
157.19-1324.84
167.26-1822.84
176.8-1432.19
18
7.05-1332.79
196.43-1212.43
206.44-1392.36
217.1-2113.98


3.2. Pembahasan
3.2.1. Desa Meulik
Pemilihan pengambilan lokasi sampel tanah sulfam masam di desa meulik di latar belakang dari. Potensi perikanan yang ada di desa tersebut. Desa meulik berada di dalam Kecamatan Samalanga Kabupaten Bireun Provinsi Nangore Aceh Darussalam. Sebelum tragedi tsunami yang melanda aceh sektor perikanan di desa tersebut sangat maju dimana sebagian besar dari penduduknya mengadalkan perikanan khusus perikanan darat sebagai mata pencaharian. Akan tetapi setelah tsunami desa meulik mengalami penurunan di sektor perikanan darat. Di indikasikan menurunnya usaha membuka tambak di desa meulik disebabkan oleh kondisi lingkungan khususnya tanah yang berubah akibat tragedi tsunami, sehingga tidak cocok lagi dijadikan lahan pertambakan.
3.2.2. Tanah Sulfat Masam
Tanah sulfat masam adalah tanah mengadung pirit yang apabila teroksidasi dapat menurunkan pH dan meningkatkan potensi kelarutan toksik-toksik. Sifat tanah sulfat masam dapat di bagi menjadi dua yaitu : tanah sulfat masam potensial (PPAS) dan tanah sulfat masam aktual (AASS).
Tanah sulfat masam potensial mempunyai sifat sebagai berikut : okisdasi pirit tidak terlalu banyak terjadi, memiliki nilai pH 7-8, dan logam-logam yang terikat pada mineral, tanah-tanah dalam kondisi tereduksi kuat dan kondisi jenih. Sedangkan tanah sulfat masam aktual mempunyai sifat sebagi berikut : nilai pH <>

IV. KESIMPULAN DAN SARAN



Dalam pengambilan sampel tanah sulfat masam yang telah
dilakukan dapat disimpulkan bahwa Desa Meulik merupakan daerah kawasan potensial tanah sulfat masam, sehingga diperlukan penangananan khusus guna mendukung budidaya perikanan. Disarankan perlu adany diskusi dengan Pemda setempat untuk diadakannya workshop tentang tanah sulfat masam serta rekomendasi komoditas yang layak untuk budidaya di tanah sulfat masam.
DAFTAR PUSTAKA




Breemen N van. 1993. Environmmental aspects of acid sulphate soils. In: Dent DK andvan Mensvoort MEF. (ed). Selected Paper of the Ho Chi Minh City Symposium on Acid Sulphate Soils; Vietnam, March 1992. hlm.391-402

Dent D. 1986. Acid Sulphate Soils: A baseline for research and development. Wageningen: ILRI Publ. 39.

Mensvoort MEF van and Dent DL. 1998. Acid sulphate soils. In. Lal R, Blum WH,Valintine C, and Stewart BA.(ed). Method for Assesessment of Soil Degradation. Florida: CRC Press LLC. hlm. 301-330
Nugroho K, Alkasuma, Paidi, Wahdini W, Abdurachman, Suhardjo H, dan Widjaja-Adhi IPG. 1992. Peta areal potensial untuk pengembangan pertanian lahan pasang surut rawa dan pantai. Proyek Penelitian Sumber Daya Lahan. Bogor: Pusat Penelitian Tanah danAgroklimat.



Widjaya A., Sri R., I Wayan S., 1997, Pengelolaan Tanah dan Air di Lahan Pasang Surut. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian

“PEMANFAATAN KOMPOS VEGETASI PESISIR UNTUK PENINGKATAN KESUBURAN TAMBAK”

LATAR BELAKANG

Kompos merupakan salah satu jenis pupuk, kompos berasal dari perombakan tumbuhan yang diuraikan oleh organisme renik. Sebagai pupuk, kompos banyak digunakan oleh petani dalam meningkatkan kesuburan tanah pertaniannya. Dalam perikanan penggunaan kompos jarang dilakukan petambak dalam meningkatkan kesuburan tanah dasar tambak. Padahal pengunaan kompos lebih banyak menguntungkan bila mempergunakan pupuk buatan (kimia).
Keuntungan dalam menggunakan kompos antara lain harga yang murah, mudah didapat, dapat dibuat dengan sendiri dan kemampuan menyuburkan lahan yang relatif sama dengan pupuk buatan. Sehingga perlu dikaji dalam pemanfaatan kompos di bidang perikanan. Hal ini di latar belakangi dari harga pupuk buatan yang semakin meningkat ditambah sukar didapatnya pupuk tersebut di pasaran. Banyak bahan baku khususnya vegetasi darat seperti ilalang atau eceng gondok sebagai bahan baku pembuatan kompos. Teknik pembuatan kompos yang mudah dilakukan sehingga dapat dibuat oleh siapa saja. akan tetapi bahan baku tersebut dapat diganti dengan menggunakan vegetasi pesisir seperti paku laut yang banyak tumbuh subut di daerah pesisir. Hasil pembuatan kompos ini dibandingkan dengan kompos yang dibuat dengan vegetasi darat, serta di ujicobakan ke tanah pertanian dan tanah tambak untuk mengetahui tingkat kesuburan yang didapat, sehingga nantinya kompos yang dihasilkan dari vegetasi pesisir dapat digunakan oleh petani dan petambak.
Output yang diharapkan mampu meningkatkan penghasilan petambak dan meningkatkan kesejahteraan petambak karna mampu menghasilkan kompos sendiri dan menekan pengeluaran dari sektor pemupukan. Hal ini sesuai dengan kebijaksanaan dari Departemen Kelautan dan Perikanan untuk mencari sumber energi baru yang bermanfaat dalam meningkatkan taraf kesejahteraan masyarakat.

TUJUAN DAN SASARAN
· Memanfaatan vegetasi pesisir seperti paku laut sebagai bahan baku pembuatan kompos.
KELUARAN
· Memberikan informasi dan cara pembuatan kompos yang sederhana dan mudah dalam pengaplikasiaannya.
HASIL
· Informasi yang tepat guna dan efisien tentang pemanfaatan kompos
· Dapat diterapkan oleh masyarakat khususnya petani dan petambak.

LOKASI PELAKSANAAN KEGIATAN
Kegiatan ini dilaksanakan di laboratorium uji coba Balai Budidaya Air Payau Ujung Batee Nanggroe Aceh Darussalam
Rencana Rinci Pekerjaan
Rencana kegiatan ini dilakukan adalah berupa pembuatan kompos dengan menggunakan cacing tanah sebagai pengurai vegetasi pesisir. Vegetasi yang dipakai adalah paku laut. Pengamatan yang dilakukan adalah keberhasilan dari pembuatan kompos dan kemampuannya dalam meningkatkan kesuburan tanah dasar tambak.
Tanah yang diambil merupakan tanah yang berasal dari daerah di Kabupaten Aceh Besar di taruh di aquarium dengan tujuan untuk memudahkan dalam pengamatan. Kesuburan tanah di lihat dari kemampuan tumbuhnya kelekap dan plankton di air aquarium. Pengecekan kualitas air merupakan data penunjang. Kualitas air yang dicek antara lain pH, DO, salinitas, kecerahan, ammoniak, nitrat, nitrit, phosphate, dan besi. diukur di laboratorium Lingkungan BBAP Ujuang Batee. Data yang didapat diolah dengan menggunakan metode deskriptif dan studi literatur.

Top a 7 day's

Pengikut

Buku Tamu


ShoutMix chat widget

Pengunjung

traffic

Waktu