Alternatif Antibakterial Alami Dari Sumberdaya Lokal : Uji Laboratorium Terhadap Cuka Aren (Arenga pinnata), Daun Pacar Inai (Lawsonia inermis) dan D

Alternatif Antibakterial Alami Dari Sumberdaya Lokal : Uji Laboratorium Terhadap Cuka Aren (Arenga pinnata), Daun Pacar Inai (Lawsonia inermis) dan Daun Asam Jawa (Tamarindus indica )*

Chairin Sofiaa**, Supartika, Indah Wahyuningsihb, Ujang Komaruddinc

a Staf laboratorium mikrobiologi, Lab MLHP, BBAP Ujung Batee, NAD

b Staf laboratorium histologi, Lab MLHP, BBAP Ujung Batee, NAD

c Perekayasa madya, BBAP Ujung Batee,NAD

ABSTRAK

Penggunaan bahan-bahan alami untuk mengendalikan hama dan penyakit ikan lebih disarankan karena relatif aman dan tidak meninggalkan residu. Di sepanjang koridor jalan Laksamana Malahayati, Aceh Besar tempat sentra budidaya masyarakat, banyak didapati pohon-pohon besar maupun semak/ perdu, yang mempunyai potensi sebagai bahan antibakterial alami.

Tim penulis mencoba membuat sari dari beberapa bahan-bahan alami untuk diuji terhadap 10 jenis isolat bakteri yang dimiliki Lab Mikrobiologi BBAP Ujung Batee. Dari hasil uji pendahuluan, dengan mencoba beberapa bahan alami maka yang memiliki potensi sebagai antibakterial alami antara lain : daun asam jawa (Tamarindus indica), daun pacar inai (Lawsonia inermis), serta salah satu bahan lokal yaitu cuka aren (Arenga pinnata)/ cuka kampung. Hasil uji sensitivitas dengan metode antibiogram Kirby Bauer, ketiga bahan-bahan tersebut menunjukkan zona bening sebagai daya hambat terhadap pertumbuhan bakteri. Hasil tersebut dibandingkan dengan daya hambat antibiotik oxytetracyclin 30 µg, ampicillin 10 µg, dan bahan desinfektan iodin 1%. Hasilnya, rata-rata daya hambat sari bahan – bahan alami tersebut lebih luas dari iodin %, tetapi lebih kecil ampicillin 10 µg dan oxytetracyclin 30 µg.

Sebanyak 1 ppt dari 3 jenis sari bahan-bahan alami tersebut yaitu cuka aren, daun pacar inai, dan daun asam, diberikan kepada air media pemeliharaan larva ikan bandeng dan diuji kelimpahan bakterinya. Hasilnya, Total Bakteri Umum dan Total Bakteri Vibrio pada ketiga perlakuan dengan penambahan tiga sari bahan alami tersebut dibanding kontrol lebih rendah. Masing- masing sari bahan alami tersebut mampu mengurangi kelimpahan bakteri umum hingga 1,7 x 105 ; 1,257 x 106 ; dan 6 x 105 dibanding kontrol yang justru bertambah 8,94 x 105 (CFU/mL). Sedangkan terhadap kelimpahan bakteri vibrio, perlakuan dengan cuka aren dan sari daun asam menunjukkan adanya pengurangan. Masing- masing berkurang 40 dan 1,21 x 103 CFU/mL. Bahan- bahan alami ini berpotensi untuk menjadi desinfektan alami maupun antibakterial menggantikan antibiotik yang dilarang.

Kata Kunci : antibakterial, cuka aren, daun pacar inai, daun asam

  1. Pendahuluan

Di sepanjang koridor jalan Laksamana Malahayati, Aceh Besar, selatan kota Banda Aceh, terdapat sentra-sentra budidaya antara tambak-tambak udang, bandeng, kolam lele dan kolam nila milik masyarakat skala tradisional. . Sebagian masih berupa daerah recovery pasca tsunami dengan program agroforestry. Selain itu, di km16 jalan ini juga terdapat hatchery dan tambak percontohan milik UPT BBAP Ujung Batee Dikarenakan lahan budidaya masih dalam pemulihan dan skala budidaya belum intensif maka upaya pengendalian hama penyakit sangat disarankan menggunakan bahan-bahan alami.

Keuntungan menggunakan bahan alami sebagai pengendali hama penyakit lingkungan, antara lain : murah, mudah terurai oleh perairan, tidak meninggalkan residu pada produk perikanan sehingga aman dikonsumsi.

Uji pendahuluan dilakukan untuk menyeleksi berbagai bahan alami sebagai kandidat antibakterial alami. Berbagai bahan alami yang diseleksi lewat uji pendahuluan dari pepohonan dan tumbuhan yang ada di sepanjang jalan Laksamana Malahayati antara lain: daun asam jawa (Tamarindus indica), daun pacar inai (Lawsonia inermis), daun mimba (Azadirachta indica), daun sikoko, daun ketapang (Terminalia cattapa), daun bakau (Avicennia sp), daun jamblang (Syzigium cumini L), daun belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi), daun jarak (Jatropha curcas L) dan daun mengkudu (Morinda citrifolia) serta salah satu bahan lokal yaitu cuka aren (Arenga pinnata)/ cuka kampung.

Bahan-bahan alami ini diambil sarinya untuk diuji terhadap 10 isolat bakteri di laboratorium mikrobiologi. Dari hasil uji sensitivitas yang telah dilakukan diperoleh hasil bahwa yang memiliki potensi sebagai antibakterial alami adalah daun asam jawa (Tamarindus indica), daun pacar inai (Lawsonia inermis) dan cuka aren (Arenga pinnata)..

Studi ini dimaksudkan untuk aplikasi terapan pengendalian hama dan penyakit ikan di lapangan dengan menggunakan bahan baku lokal alami. Tim penulis tidak menguji dari ekstrak bahan- bahan tersebut karena para pembudidaya akan kesulitan jika harus mengekstrak.

2. Bahan dan Metode

2.1.Metode

Metode yang digunakan untuk memperoleh sari bahan alami adalah dengan menumbuk daun asam dan daun pacar inai dengan mortar steril dan diperas sarinya tanpa penambahan air. Sari ini kemudian diuji terhadap 10 isolat bakteri koleksi laboratorium mikrobiologi yang mewakili bakteri berpigmen, non pigmen, gram positif dan gram negatif (Tabel 1)

Tabel 1

Isolat bakteri yang ditantang terhadap bahan- bahan alami kandidat antibakterial

Sedangkan metode uji yang digunakan untuk mengetahui zona hambat sari tumbuhan ini terhadap pertumbuhan bakteri adalah metoda sensitivitas/ antibiogram KirbyBauer (Lightner). Potongan disk / cakram kertas whatman berukuran 6 mm (diameter) direndam dalam sari tumbuhan yang didapat. Sementara kesepuluh isolat bakteri dimudakan terlebih dahulu pada Nutrient Agar sebelum ditumbuhkan pada Mueller Hinton Agar untuk uji sensitivitas. Pada setiap lempeng agar MHA, maksimal 5 disk yang diujikan. Selain ketiga bahan alami, sebagai pembanding juga diujikan OTC 30 µg, Ampicillin 10 µg , dan iodin 1 %. Uji sensitivitas ini dilakukan sebanyak dua kali ulangan.

Setelah uji sensitivitas dilakukan, dilakukan pengamatan terbentuk tidaknya zona hambat dan perhitungan diameter zona tersebut. Hasil perhitungan tersebut dianalisa menjadi 3 kesimpulan yaitu : resisten, intermediate/peralihan, sensitif.

Metode yang digunakan untuk mengetahui efektivitas daya hambat sari bahan alami ini terhadap pertumbuhan bakteri skala laboratorium adalah metode Total Plate Count dengan menghitung Total Bakteri Umum dan Total Bakteri Vibrio (TBU dan TBV).

2.2. Bahan dan Alat

Berikut bahan dan alat yang di gunakan tabel 2

3. Hasil dan Pembahasan

Berikut adalah hasil pengamatan yang diperoleh dari tiga jenis bahan alami dan sebagai perbandingan juga dicobakan terhadap bahan-bahan antibiotik seperti oxytetracyclin, ampicilllin dan bahan kimia yang kerap dijadikan sebagai bahan desinfeksi telur yaitu iodin 1 % (Tabel 3).

Tabel 3 Hasil pengamatan zona hambat isolat bakteri terhadap sari daun asam, daun pacar, cuka aren dan perbandingannya dengan bahan antibiotik OTC 30 µg, ampicillin 10 µg dan bahan desinfektan iodin 1 %

Dari tabel diatas (Tabel 3) diperoleh hasil bahwa bahan alami tersebut antara lain : sari daun asam, sari daun pacar, dan cuka aren memiliki spektrum luas untuk menghambat pertumbuhan bakteri. Hal ini terlihat dari terbentuknya zona hambat terhadap sepuluh isolat bakteri yang diujikan. Antibiotik oxytetracylin dan ampicillin masih terlalu kuat dibanding sari bahan alami. Tetapi dibandingkan dengan iodin, sari bahan alami lebih baik.

Hal menarik pada tabel diatas, ahíla pada isolat bakteri no 6, antibiotik oxytetracyclin dan ampicillin bernilai resisten ( zona hambat masing-masing 10 dan 4,5 mm) sedangkan sari daun pacar dan cuka aren hampir bernilai sensitif (zona hambat yang terbentuk berdiameter 16,5 dan 17mm). Urutan keampuhan bahan–bahan diatas dalam menghambat bakteri adalah oxytetracyclin, ampicillin, sari daun pacar, cuka aren, sari daun asam dan terakhir iodin.

Tiga bahan alami ini kemudian diujikan dalam skala kecil untuk mengetahui daya hambatnya terhadap pertumbuhan atau kelimpahan bakteri umum dan bakteri vibrio dan dibandingkan dengan kontrol. Sebanyak 1 ppt sari bahan-bahan alami diberikan ke dalam wadah berisi air laut dan benih bandeng berukuran 5 cm dan dibiarkan selama 1 jam, kemudian diambil sampel air untuk dihitung Total Bakteri Umum dan Total Bakteri Vibrio (TBU dan TBV) (Tabel 4) dengan metode Total Plate Count.

Tabel 4

Hasil pengamatan kelimpahan bakteri (TBU dan TBV) ke dalam air media berisi benih bandeng, sebelum dan sesudah diberikan sari bahan alami sebanyak 1 ppt selama 1 jam

Ket : TBV-k = total bakteri vibrio berwarna kuning

TBV-h = total bakteri vibrio berwarna hijau

Dari Tabel 4 diatas, terlihat bahwa sesudah perlakuan selama 1 jam, kelimpahan bakteri umum pada perlakuan cuka aren terjadi pengurangan sebesar 1,7 x 105 CFU/mL, perlakuan sari daun asam juga terjadi pengurangan sebesar 1,25 x 106 CFU/mL, sedangkan pada perlakuan daun pacar inai terjadi pengurangan 6 x 105 CFU/mL sedangkan pada kontrol justru terjadi peningkatan 8,94 x 105 CFU/mL. Sedangkan kelimpahan bakteri vibrio kuning sesudah diberi perlakuan cuka aren dan sari daun asam mengalami penurunan dibanding dengan perlakuan sari daun pacar (bertambah 70 CFU/mL) dan kontrol yang kelimpahannya bertambah 1,6 x 102 CFU/mL. Terhadap kelimpahan bakteri vibrio hijau, perlakuan yang berpengaruh adalah dengan penambahan sari daun asam yang mengalami pengurangan sebesar 1,1 x 102 CFU/mL, sedangkan perlakuan lainnya cenderung bertambah setelah diberi perlakuan. Urutan efektifitas daya hambat terhadap kelimpahan bakteri dari tabel diatas yaitu sari daun asam, cuka aren dan sari daun pacar.

Tabel 5

Nilai pH sari bahan alami sebelum dan sesudah diberikan selama 24 jam

Sari bahan alami ini aman digunakan sebagai bahan desinfeksi maupun sebagai bahan antibiotik alami pengganti antibiotik kimia karena tidak merubah nilai pH perairan dan mudah terurai didalam air. Hal ini terbukti dari nilai pH sari bahan alami sebelum dan sesudah diberikan (Tabel 5). Sebelum diberikan, sari bahan alami tersebut berpH asam tetapi setelah diberikan kedalam wadah sebanyak 1 ppt selama 24 jam, sari bahan alami tersebut mengalami pengenceran dan terurai secara alami sehingga pH air media dalam wadah menjadi normal kembali yaitu dalam kisaran 7,9.

Jika dibandingkan dengan antibiotik kimiawi yaitu oxytetracyclin, zona hambat sari-sari bahan alami yang dicobakan diatas rata-rata masih bernilai resisten (diameter zona <> 18mm). Dikarenakan yang dujicobakan pada studi ini baru berupa sari bukan berupa ekstrak bahan aktif maka wajar apabila daya hambat sari bahan alami ini kurang berpengaruh terhadap kelimpahan bakteri vibrio hijau. Dibandingkan dengan antibiotik ampicillin yang hanya efektif terhadap 4 isolat ( bernilai sensitif) dan terhadap 2 isolat bernilai intermediate, kemampuan sari bahan-bahan alami seperti sari daun asam, sari daun pacar dan cuka aren sedikit dibawahnya. Dan bila dibandingkan dengan iodin 1 % yang sering digunakan menjadi bahan desinfeksi telur di hatchery relatif lebih baik.

Masa simpan sari bahan-bahan alami berbeda-beda. Setelah disimpan selama 9 bulan dalam refrigerator dengan suhu 8 - 10 ºC, kondisi cuka aren tetap bagus. Sedangkan selama 3 bulan sari daun pacar inai yang berada dalam refrigerador tetap berbau segar. Tetapi sari daun asam hanya bertahan selama 1 bulan dalam refrigerador, lebih dari itu akan mengering dan ditumbuhi jamur.

4. Kesimpulan dan saran

Sari bahan – bahan alami seperti sari daun asam, sari daun pacar dan cuka aren dapat dijadikan sebagai alternatif antibakterial alami dan bahan desinfektan alami pada sistem budidaya tradisional atau sistem budidaya organik yang meniadakan pemakaian antibiotik kimiawi. Bahan-bahan alami relatif lebih baik dibanding dengan iodin walau masih sedikit efektif dibawah ampicillin dan jauh dibawah efektivitas oxytetracyclin tetapi bahan-bahan alami ini aman digunakan karena mudah terurai di perairan tertutup.

Hasil ini masih harus ditambah dengan kajian dengan menggunakan ekstrak bahan aktif dari bahan-bahan alami tersebut serta pengaruhnya terhadap organ-organ komoditas budidaya.

Referensi

Aritonang, Anna H,MP. Apresiasi Diagnosis HPIK Bakteri SKI Kelas I Tabing Padang, Makalah.2005

Chong ,YC and Chao,TM. Common Diseases of Marine Foodfish. Fisheries Handbook no.2, 1986, Ministry Of National Development, Republic of Singapore

Cowan, Steel’s.1993. Manual For The Identification of Medical Bacteria. 3ed.Cambridge University Press

Frerichs, G.Nicolas and Millar, Stuart D. Manual For The Isolation and Identification of Fish Bacterial Pathogens, Piscess Press,Stirling.

Holt, John G. The Shorter Bergey’s Manual Of Determinative Bacteriology, 8th ed, The William and Wilkin Company, Baltimore

Kelly MS, Florene C ; Hite, K.Eileen. Microbiology. 2nd ed, New York

Lay, Bibiana W. Analisis Mikroba Di Laboratorium, 1994, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta

Lightner, Donald V,Ph.D. A Handbook of Pathology and Diagnostic Procedur For Diseases of Penaeid Shrimp. Departement of Veterinary Science, University of Arizona, Arizona,USA

Sarono,Adi dkk, Deskripsi Hama dan Penyakit Ikan Karantina Golongan Bakteri, Buku 2,1993, Pusat Karantina Pertanian,Jakarta

Vandepitte,J and Verhaegen,J, et al. Basic Laboratory Prosedures In Clinical Bacteriology. 2nd ed. 2003. World Health Organization, Geneva.

Keberhasilan Dalam Budidaya Udang Windu Di Tambak

Keberhasilan Dalam Budidaya Udang Windu Di Tambak

Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam melakukan budidaya udang windu di tambak guna meningkatkan keberhasilan dalam budidaya, antara lain :

Tanah

Tanah merupakan media pengurai dari sisa makan maupun sekresi dari komoditas budidaya dan media penumbuhan plankton yang akan di perlukan oleh komoditas budidaya. Kegiatan yang berhubungan dengan tanah:

Pengeringan:

Yang perlu di perhatikan:

· Penjemuran gas-gas metabolit menjadi menguap, serta pengatusan

Tolak ukur:

· Kadar air menjadi kurang dari 20%

· Kadar air pengatusan 20-50%

Pengupasan:

Yang perlu diperhatikan

· Dilakukan pada tambak yang sudah sering digunakan untuk budidaya secara intensif

· Dilakukan pada bahan yang dapat di bedakan dari warna, bau, dan tekstur

· Dilakukan pada lumpur yang pecah-pecah kecuali pada dasar tambak keras/pasir

· Bahan terkupas di pindahkan ke pengurusan tanah

Tolak ukur:

· Profil sedimen homogen, warna kecoklatan, dan tidak berbau

Pengolahan tanah

Yang perlu diperhatikan:

· Pembalikan tanah apabila sudah homogen untuk penyetaraan oksidasi

· Pengapuran bila pH tanah 6,0 dengan dosis yang sesuai

· Pemupukan menggunakan pupuk organik dengan dosis tergantung kesuburan tanah

· Utuk tanah sulfat masam diperlukan pencucian berulang-ulang dan dibagian pematang dilakukan pengapuran

Tolak ukur:

· Tanah menjadi gembur

· pH meningkat diatas 6

· bahan organik 5-10%

· potensi redok >-50%

· pertumbuhan fitoplankton stabil

· untuk tanah sulfat masam pH tanah dan air stabil, air tidak menjadi merah

Air

Air merupakan media hidup untuk komoditas budidaya perairan, yang didalamnya terdapat kandungan oksigen terlarut, makan dan sumber mineral di dalamnya yang dibutuhkan oleh komoditas budidaya. Adapun yang perlu diperhatikan antara lain:

Sumber Air

Yang perlu diperhatikan:

· Lokasi sumber air

· Waktu pengambilan air

Tolak ukur:

· Memenuhi kualitas dan kuantitas air

Air Pengendapan

Air yang berasal dari sumber air di berikan waktu tenggang sesuai dengan mutu dan jumlah air.

Yang perlu di perhatikan:

- Di perlukan design atau rancangan guna meningkatkan mutu sumber air

Tolak ukur pekerjaan:

- Kadar partikel air (TSS) turun hingga 60 ppm

- Jumlah air cukup untuk memasok kebutuhan budidaya

Sterilisasi Air

Sebuah kegiatan yang bertujuan untuk mengurangi atau mencegah hama atau penyakit yang berada di air dan diyakini dapat mengganggu proses budidaya. Yang perlu diperhatikan:

· Menyaring air dengan kasa kelambu di mulut pipa air masuk.

· Kasa kelambu di jahit rangkap dan diberi kotak penyangga

· Air dimasukan ke kolam pengendapan dan disaring menggunakan plankton net/kasa sablon ukuran 160 mikron dengan diameter 50 cm senjang 3-4 meter.

· Apabila menggunakan bahan kristida netral seperti Trichlorfon (divpon) 1 ppm, dipterex 2 ppm dan saprovon 2 ppm diperlukan waktu 5-7 hari untuk menetralkan air.

· Menggunakan bahan kalsium hyphochlorite (kaporit) 15-30 ppm. Diperlukan waktu 1-3 untuk menetralkan.

Tolak ukur:

· Bau khas disenfektan menghilang

· Populasi bakteri dan molluska menurun

· Virion negeatif

Pengapuran air awal

Yang perlu diperhatikan:

· Pemberian jenis kapur Ca (CO3)2 dengan dosis yang sesuai pH dan alkalinitas air Tolak ukur:

· Alkalinitas air dengan nilai kisaran 100-150 ppm diawal penebaran

· Kisaran pH harian berkisar 7,5 – 8,3

· Fluktuasi pH harian kurang dari 0,5

Pengisian air

Pengisian air harus melalui petak tandon dengan tujuan untuk mengurangi resiko masuknya hana, penyakit maupun virus ke area budidaya. Petak tandon adalah kolam/tambak yang terdiri dari sekat-sekat yang terbuat dari dinding bata, berfungsi sebagai tempat pengendapan air.

Petak tandon dapat terdiri dari rumput laut, ikan herbivora, dan ikan karnivora.

Penggantian Air

Penggantian air dilakukan apabila terjadi penurunan parameter kualitas air tambak/kolam/bak.

Yang perlu diperhatikan:

· Secara visual dapat dilihat dari kejernihan(warna) air dan terdapat suspensi dari plankton yang mati.

· Adanya buih yang besar dengan ukuran lebih dari 2cm dan tidak pecah oleh kinci air dari jarak 6 m

· Kandungan bahan organik lebih dari 60 ppm dan BOD yang lebih dari 10 ppm Yang perlu dicermati:

· Perubahan salinitas air tidak lebih dari 3 ppt

· Pergantian air dapat dilakukan dengan membuang bagain dasar dan penyiponan

Tanda-tanda penurunan kualitas air

· Nafsu makan menurun jika pada anco> 20 % dari normal

· Populasi total bakteri> 106 CFU/ml

· Populasi total vibrio> 103 CFU/ml

· Ekor udang banyak yang merah

· Plakton banyak yang mati

Jumlah penggantian air jika dengan padat tebar 30 -50 ekor/m2

· Bulan 1: 5 – 10 % setiap 15 hari

· Bulan 2 : 5 – 10 % setiap 7 – 10 hari

· Bulan3 : 10–15%setiap7hari

· Bulan4: 15–30%setiap3–5hari

Kriteria dan kategori kualitas air tambak secara fisik dan kimia

Manajemen Kualitas Air

Suhu

Yang perlu diperhatikan:

· jika pada suhu 260C nafsu makan menurun

· kesecerahan juga mempengaruhi suhu

Salinitas

Yang perlu diperhatikan

· perubahan salinitas tidak lebih dari 3 ppt perhari untuk menghidari udang dari stres

Text Box:  pH air

yang perlu diperhatikan

· pH pada bagian dasar diukur pada jam 5 pagi dan sore pada jam 16.00

· pH optimal 7,8 – 8,2 dengan kisaran perubahan antara 0,2 – 0,5

· jika turun hingga 7,0 perlu dikapur dengan dolomit dengan dosis 3 –5 ppm


· bila pH mendekati 8,8 maka perlu ditambah dengan molase (tebu) dosis 3 ppm tiap 3 hari sekali

· fluktuasi mencapai 0,5 menandakan tambak kurang karbonat, karbonat dapat dilihat dengan uji alkalinitas.

· Jika fluktuasi kurang dari 0,2 atau sama dengan sore maka fotosintesa tidak berjalan sempurna

Alkalinitas

Yang perlu di perhatikan

· Nilai alkalinitas harus 90 – 150 ppm, jika kurang maka perlu dilakukan pengapuran

· Alkalinitas merupakan buffer penyangga pH di alam

Kecerahan

Yang perlu diperhatikan:

· Diukur dengan secchi disk, sebagai tolak ukur kepadatan partikel termasuk plankton di dalam air.

· Perbedaan kecerahan yang disebabkan plankton dengan dengan partikel terlarut adalah dengan mengamati air dialam botol. Kekeruhan partikel terlarut ditandai dengan adanya bahan terlarut apabila air didiamkan didalam botol sedangkan dari plankton tidak banyak perubahan

· Kecerahan diukur pada jam 09.00 wib kecerahan di pertahankan 30-40 cm

· Jika kecerahan 40 perlu dilakukan pemupukan dengan pupuk anorganik TSP dan urea 1:1, dengan dosis 3 – 5 ppm

· Pemupukan susulan dilakukan setiap 5 –7 hari hingga plankton stabil.

· Kandungan posphot menentukan plaknton 0,25 ppm


Oksigen terlarut

Yang perlu diperhatikan:

· Oksigen minimal 4 ppm

· Penggunaan kincir air untuk suplai udara, oksidasi, membuat kotoran tersuspensi dan teroksidasi. Kincir juga mengatur arus air dan penumpukanlumpur maupun menghilangkan pelapisan air oleh suhu dan salinitas

Kincir Air

Yang perlu diperhatikan:

· Dipasang minimal pada bulan pertama pemiliharaan

· Sebuah tambak tidak memerlukan kincir jika produksi masih 500kg/ha dengan pertumbuhan normal

· Pada pertumbuhan 700kg/ha pertumbuhan lambat kincir tidak perlu dipasang

Kincir dan kejenuhan oksigen

Yang perlu diperhatikan:

· Kincir harus di hidupkan apabila kejenuhan oksigen hanya berkisar 50%

· Tingkat kejenuhan dihitung dengan mencocokan kelarutan oksigen (DO), temperatur, salinitas, dan temperatur dengan tabel kejenuhan dan dikalikan 100% = tingkat kejenuhan di air

Bahan organik

Yang perlu diperhatikan:

· Bahan organik diukur dengan Total Bahan Organik (TOM)

· Bahan organik di sebabkan oleh sisa bahan makanan, kotoran, dan kematian plankton dan tanaman air

· Kandungan bahan organik 60 ppm menandakan kualitas air menurun

· Bahan organik menjadi sumber yang dapat meracuni udang. Adanya proses reduksi

· Pengukuran dilakukan pada petak pembesaran dan tandon. Apbila bahan organik mencapai 50 ppm maka perlu dilakukan penggantian air

· Komposisi C/N rasio dalam bahan organik lebih dari 10 meningkatkan penguraian bahan organik

· Sumber C didapat dari bahan karbohidrat yang dapat diberikan 1-2 kali seminggu, dosis 10 ppm dari cruede protein

· Penurunan bahan organik ditandai dengan air tambak berwarna hijau

Lumpur dasar tambak

Yang perlu diperhatikan:

· Nilai redok potensial lumpur menunjukan kondisi tanah yang dapat dipergunakan untuk perkembangan fenomena reaksi kimia dan biologi dalam tambak

· Redok potensial negatif menunjukkan adanya reaksi negatif terjadi reaksi reduksi yang dapat menghasilkan reaksi senyawa kimia hidrogen sulfifa, amonoiak, nitrit.

· Pengukuran redoks tanah dapat diukur setiap 2 minggu sekali apbila redoks mencapai -100 mv dapat menghasilkan senyawa racun nitrit dan sulfida pada pH asam dan anmoniak pada pH basa.

Pembuangan air pada saat pemiliharaan dan panen

Yang perlu diperhatikan:

· Air yang dibuang harus melalui pipa central

· pH = 6,0–9,0

· TSS=

· TotalP=0,5

· Total anmoniak =

· BOD5hari=

· DOpagihari=>4

Manajemen fitplankton

Yang perlu diperhatikan:

· Komunitas mikroba yang berperan dalam mengatur kondisi kultur yang dinginkan. Memanfaatkan sisa nutrien, intesitas cahaya, temperatur dan menghasilkan oksigen.

· Keberadan fitoplaknton yang tidak terkontrol dengan baik merupakan titik awal dari permasalahan kualitas air

· Pada salinitas yang rendah jenis alga hija kebiruan lebih banyak muncul, hal ini tidak baik karnajenis ini tidak memberikan kontribusi

· Kematian plankton pada masa-masa awal produksi adalah karna kandungan CO2 dan kekurangan nutrien. Ditandai dengan munculnya busa. Kematian juga dapat terjadi karena adanya hujuan lebat

· Menjaga kondisi plakton stabil dengan menjaga kebutuhan nutrien dengan pupuk anorganik 3-5 ppm

· Penggantian air merupakakan kegiatan yang mudah dalam menjaga kepadatan plankton

Ciri-ciri plakton

Yang perlu diperhatikan:

· Warna hijau gelap (cincau) dominasi algae hijau jenis chlorella, platymonas, carteria, chlamidomonas, pada salinitas rendah euglena dan scenedesmus lebih dominan

· Warna hijau biru muda predominasi alga biru hijau dengan meningkatnya suhu rata-rata dan kelarutan bahan organik. Jenis 90% genus oscillatoria, phormidum, microcolus. Anabaena

· Warna hijau kuning algae flagellata kekuningan genus chlamidomonas, dunaliella, carteria. Plankton jenis ini dapat menghambat pertumbuhan udang bahkan menyebabkan kematian

· Warna colkat tua, plakton di dominasi oleh dinoflagellata, insang merah, insang hitam, dan insang bengkak. Dapat menimbulkan efek racun casilaxin PSP atau racun glenodine tosksik pada ikan dan kerang.

· Warna keruh keputihan, air yang dipenuhi oleh zooplankton, jenis yang sering di ketemukan cilliata, rotifer, copepoda, nauplius. Untuk mengatasi maka diperlukan penggantian air dengan Protam (1,5 pentandial 50 EC) dengan dosis 1 ppm

· Warna coklat kekuningan, diatom yang didonimasi oleh genus chetoceros, nitzchia, euglena.

Pembuangan jenis plankton

Mengenal kareteristik air dan dominasi plankton:

Top a 7 day's

Pengikut

Buku Tamu


ShoutMix chat widget

Pengunjung

traffic

Waktu