WASPADAI VIRUS BARU DI ACEH
Oleh Syafrizal, S.Pi
Muncul virus baru dapat di terjadi karena adanya introduksi hewan dari luar wilayah Indonesia ke dalam wilayah Indonesia. Introduksi memiliki tujuan memperkaya genetic dan plasma nuftah, dan untuk mengambil sifat-sifat unggul dari hewan yang di intoduksi. Namun sayang apabila dalam melakukan introduksi tidak memperhatikan prinsip-prisip ekologis hanya untuk keuntungan semata sehingga
Sejarah Udang Vannamei
Habitat asli dari udang vannamei adalah sepnajang pantai pacific meksiko dan Amerika Selatan dan Tengah Hingga pantai selatan Peru dengan temperature lingkungan 20oc sepanjang tahun. Penelitian tentang udang pertama kali dilakukan pada tahun 1970 oleh peneliti dari perancis di Tahiti tentang pemijahan intensif pada beberapa species udang, P. japonicus P. monodon P. vannamei and P. stylirostris.
Pada tahu 1970-an dan 1980 an udang vannamei di bawa dari habitat alami dan introduksikan ke Pantai barat dan utara pacific amerika tepat di
amerika serikat dan Hawaii dan berkembang sangat pesat. Sedangkan inntroduksi udang vanamei pertama kali di lakukan di asia pada tahun 1978/79 di Filiphina. Pada tahun 1988 di lakukan percobaan tentang penerapan budidaya udang vanammei di china daratan oleh marine instate Texas University, dan pada tahun 1994 china telah mampu mengembangkan benur udang vanammei. Pada tahun 1987 dilakukan hal yang sama di philipina dengan mengintoduksi benur sebanyak 100000 dari agromarina Panama tidak tidak berhasil.
Introduksi Udang Vannamei
Introduksi udang vanamei pertama kali di Indonesia di lakukan pada tahun 2001 dengan induk dan benur berasal dari Hawaii, pada umumnya di Indonesia lebih banyak membudidayakan udang windu peneus monodon dan udang putih peneus mergeninsis. Intoduksi ini di sebabkan kegagalan budidaya udang windu, Penaeus monodon dimulai sejak tahun 1991, dengan menurunnya produksi dari 140.000 metrik ton menjadi 100.000 metrik ton pada tahun 1996 yang disebabkan oleh serangan virus wssv.
Keunggulan dari udang vannamei ini adalah mampu di pelihara dengan sistim intesif dan dengan kepadatan tinggi. Berat udang ini dapat bertambah lebih dari 3 gram tiap minggu . Berat udang dewasa dapat mencapai 20 gram dengan pertumbuhan udang betina lebih cepat di bandingkan dengan udang jantan.
Tapi sayang keunggulan dari udang vannamei ini juga mengakibatkan adanya beberapa serangan jenis penyakit baru dan menyerang pada komoditas asli di Indonesia yaitu udang windu. Diduga virus yang menyebakan kematian berasal dari negara asal udang vannamei. Adapun serangan virus yang berasal dari udang ini antara lain :
- Taura syndrome tipe A, B, C, : dengan ciri-ciri warna kemerahan pada ekor dan bintik-bintik hitam pada tubuh
- Infectious Hypodermal and Hematopoitic Necrosis Virus (IHHNV Tipe 1) : dengan cir-ciri rostrum benkok, kelainan bentuk ekor dan segmen perut ke enam
Sangat berbahayanya virus yang di bawa oleh udang vannamei ini pada Desember 2007, pemerintah kembali melarang impor dengan mengeluarkan peraturan bersama Menteri Perdagangan dengan Menteri Kelautan dan Perikanan. Setelah melakukan review selama 6 bulan, akhirnya pada 27 Juni lalu, pemerintah mengeluarkan kembali peraturan bersama no. 23 tahun 2008 yang berisi pelarangan impor udang jenis jenis tertentu masuk ke wilayah
Semoga Aceh Tidak
Apabila udang vannamei masuk ke Provinsi Aceh, maka semua stoke holder perikanan yang ada di provinsi Aceh harus siap dengan segala kemungkinan. Sampai saat ini serangan virus yang menyebabkan kematian pada tambak udang windu hanya berasal dari wssv. Sangat berbeda pada daerah yang memiliki budidaya udang vannamei.
Kejadian serupa bisa berulang bila kita memperbolehkan udang vanamei masuk ke Aceh. Akan ada petambak yang memasukkan udang vaname tidak bersertifikat yang tidak bebas virus misalkan IHHNV, MyO, TSV, HPV dll maka udang windu Aceh dengan sumber genetic terkaya akan menjadi udang dengan virus terkaya.
Postulat ilmiah akan berlaku, sekali masuk, virus tidak akan bisa dibersihkan, kalaupun udang windunya kuat, kita belum tahu apa yang akan terjadi pada udang jenis lain yang ada misalkan udang putih, metapenaeus dan rebon yang juga dijadikan komoditas ekonomi nelayan setempat.
Mengapa ?
Aceh dikenal penghasil induk udang terbaik di dunia, seperti di pantai Timur, di kawasan Pereulak, induk udang windu berkualitas prima dihasilkan setiap hari. Di perairan inilah para pedagang mengekspor udangnya ke
Pada era booming udang windu tahun 1980an petambak petambak di Aceh Timur sering tidak sabar menunggu giliran produksi benih dari daerah setempat sehingga ada yang mengimpor benihnya dari Sumatera Utara , Lampung dan Jawa Barat. Akibatnya bisa ditebak, ind uk alamnya mulai terkena WSSV walaupun masih rendah (maksimum 2 %) hingga sekarang.
Gb. Induk Udang Windu (koleksi Lab Kesehatan Hewan Akuatik BBAP Ujung Batee, 2010)
Alasan kedua, Aceh sekarang sedang mengembangkan jenis udang baru yaitu udang Lambouh dengan nama ilmiah Penaeus spp. karena belum ketahuan jenisnya. Namun dikalangan cold storage sumatera dikenal sebagai White tiger shrimp. Udang ini secara fisik terukur mirip udang windu mulai dari rostrum, hepatic carina, morfologis dll namun pola warnanya sangat berbeda karena tubuhnya dan antenanya polos tidak berbelang serta kaki renangnya merah. Tekstur dagingnyapun kenyal mirip udang windu. Dalam pemeliharaan tradisional 3.5 bulan diperoleh biomass 720 kg per Ha dengan ukuran rerata 22.5 gram, tanpa kincir dan air baru. Udang ini hanya diperoleh pada bulan Nopember hingga awal februari sehingga masih terhitung langka.
Gb. Induk Udang Lambouh (Koleksi BBAP Ujung Batee, 2010)
Bisa dibayangkan bila udang vanamei diintroduksikan dipantai Barat Aceh, maka akan terjadi kisah serupa dengan windu aceh timur atau bahkan lebih parah akibatnya, tidak ada yang tahu dan tidak perlu dipakai coba coba., sehingga kekayaan genetic udang di perairan Aceh harus di lindungi
0 komentar:
Posting Komentar